"Love is perfect, but not for its fan."
-Khay
Bismillah...
Honestly, saya termasuk salah satu kaum yang sangat tidak setuju dengan adanya kata 'break' dalam suatu hubungan.
I don't know. It just... funny.
Ketika dua orang yang memang sedang tidak dalam suatu keadaan yang 'baik', kemudian memutuskan untuk break, berhenti sejenak.
Saya agak kurang faham dengan mereka yang memutuskan untuk break, daripada memilih untuk bertemu untuk membicarakan dan menyelesaikan permasalahan mereka.
Jujur saja, saya tidak pernah melakukan hal ini dengan para kekasih-kekasih saya dulu. Ya karena bagi saya, kata-terkutuk-yang-malas-saya-ucapkan itu tidak akan memperbaiki suatu hubungan. Bayangkan saja, ketika anda dirundung suatu masalah, namun anda memilih untuk berhenti dan membiarkannya begitu saja. Mungkin bagi sebagian orang hal ini akan bekerja.
Oh.... begitukah?
Bagi saya, berhenti sejenak itu tepat dilakukan ketika dua orang tersebut memang bener-benar sudah tidak bisa berfikir jenih. Kemudian memutuskan untuk bertemu secepatnya dan menyelesaikan hal tersebut.
Setuntas-tuntasnya.
Saya pernah mendengar ataupun membaca tentang sepasang kekasih yang memutuskan untuk break selama seminggu, dua minggu, bahkan hingga satu bulan lebih.
Lho, bukankah kalian saling mencinta dan menyayangi? Memang kalian sanggup, menahan sakit ataupun rindu dengan pasangan kalian?
Sungguh saya tidak habis fikir dengan hal ini. Saya tidak mengerti tentang bagaimana sebenarnya perasaan yang mereka rasakan.
Ketika suatu hubungan sudah memang dikatakan hambar, sulit untuk diperbaiki bahkan setelah dibicarakan. Lebih baik, kalian berpisah saja. Daripada memutuskan break dalam jangka waktu yang sekian.
Bagi saya, break, sama sekali tidak menyelesaikan masalah.
Karena rasanya akan sangat tersiksa.
Saya tersiksa karena tidak dapat bertemu kekasih saya.
Saya tersiksa karena harus menahan rindu dengan kekasih saya.
Saya tersiksa karena saya tidak mengetahui, apakah kekasih saya dalam keadaan baik-baik saja atau tidak.
Saya tersiksa karena harus menyimpan masalah yang belum terselesaikan dalam waktu yang cukup lama.
Ya, karena saya 'masih' memiliki rasa sayang terhadap kekasih saya.
Karena saya 'masih' memiliki rasa butuh akan kehadirannya di hidup saya.
Mungkin, kalau memang saya sudah sama sekali tidak memiliki perasaan itu semua pun, saya tidak akan mengeluarkan kata terkutuk itu, break. Saya lebih memilih untuk berakhir, daripada harus berpisah sejenak dengan status terikat, tapi tidak berhubungan sama sekali dengan kekasih saya.
Aneh.
Saya pernah, menjadi 'korban' dari lelaki yang sedang break dengan pasangannya. Awalnya, saya hanya mendengar dan memberi nasihat untuk dia dan kekasihnya. Namun kemudian, hal ini menjadi suatu kebiasaan yang kontinyu, yang menurut saya, sangat tidak pantas untuk dilakukan.
Iyaaa, saya tauu. Kalau obat dalam kesakitan hati hanyalah lawan jenis kita. Tapi ini prinsip yang terkadang sangat bodoh bagi saya.
Ketika seseorang sedang dalam keadaan yang masih terikat, namun mencoba untuk berhubungan dengan 'orang baru'. Coba kalian jawab dan pahami betul pertanyaan-pertanyaan saya;
Mengapa kamu bisa sering menghubungi si orang barumu, ketimbang kekasihmu?
Mengapa kamu bisa sering memberi perhatian ke si orang barumu, ketimbang kekasihmu?
Mengapa kamu bisa meluangkan waktumu untuk si orang barumu, ketimbang kekasihmu?
Karena kalian sedang break? Karena kalian sedang dalam tahapan yang sedang-tidak-menghubungi-satu-sama-lain?
Eh jangan salah mengerti lho ya.
Ingat, meskipun kita dalam keadaan Break dengan pasangan kita, kita masih terikat dan tidak mempunyai hak untuk memulai atau dekat dengan orang baru, lho. Tolong pahami betul kalimat saya.
Saya taaau persis, apa yang kamu rasa. Kamu hanya perlu mengakui bahwa kamu sedang dan sudah merasa hambar dengan kekasihmu. Saya mohon, bertemulah. Bicarakan baik-baik dan akhiri, jika memang semuanya sudah tidak dapat diperbaiki.
***
Well, sejujurnya saya dan kekasih saya dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. We were really had a rough time last night.
Ini berawal ketika kami, membicarakan suatu masalah yang tidak pada tempatnya.
Padahal, saya selaaalu membekali diri saya dan pasangan saya untuk tidak membicarakan suatu masalah apapun via sms.
Kami harus bertemu, atau minimal melalui telfon. Namun untuk masalah yang saaangat crucial, maka kami harus bertemu. (Saya rasa saya tidak perlu menjelaskan alasannya, karena kalian bisa mencobanya sendiri untuk tau, apa bedanya dan bagaimana rasanya.)
Itu prinsip saya.
Namun karena keadaan yang saangat tidak mendukung, akhirnya kami tetap membicarakannya melalui sms.
And what was the result?
We were hurting each other. Misunderstand, blames, and all their friends were really won over us.
Saya berencana untuk bertemu esok harinya, namun karena keadaan sangat tidak mendukung kami.
Kekasih saya berkata bahwa, dia mungkin ada waktu hari Kamis ini. Saya saangat faham karena dia harus kuliah dan bekerja. Dan hari Kamis juga, adalah hari yang biasanya kami akan bertemu.
Yang saya tau ketika mengetahui hal itu adalah, saya hanya bisa memegangi dada saya. Ini pertama kalinya saya mengalami dan merasakan hal demikian. Jujur saya benci hal ini, menunda masalah untuk waktu yang cukup lama.
Kemudian saya memutuskan untuk introspeksi masing-masing dalam jangka waktu yang pada akhirnya, kami baru bisa bertemu. Kekasih saya bertanya bahwa apakah kami masih ataukah tidak perlu berhubungan dulu. Dan... saya menjawab 'iya' atas pertanyaannya itu.
Saya merasa bahwa, akan sangat awkward ketika kami tetap saling berhubungan, dengan masalah yang sudah sangat keruh. Kami harus saling memperhatikan, namun kami juga merasa ada hal jelek yang mengganjal dalam hubungan kami.
Saya masih ingat, ketika kekasih saya mengatakan bahwa dia akan kacau jika kami melakukan ini.
Saya hanya berpendapat bahwa,
Kami hanya sedang bertengkar menentukan arah jalan yang masing-masing kami mau, dalam satu mobil yang sama.
Saya tau, kami adalah dua manusia berbeda dengan dua pikiran masing-masing berserta cabang-cabangnya. Rumit bukan?
Menyatukan dua kepala memang tidak mudah.
Kata orang, lebih baik berbeda daripada sama. Karena dalam ke-ter-beda-an itu, kami akan saling mencocokan yang tidak sama menjadi sama, belajar mengerti dari dua sudut pandang berbeda, dan belajar untuk mempelajari 'hal beda' dari pribadi masing masing yang tidak ada dalam diri kami. Meskipun tantangannya sungguh sangat berat. Karena rata-rata hal pergaulan, lingkungan, dan keluarga setiap orang memang berbeda.
Saya percaya bahwa,
'Every house has it own rules, and so the livings.'
-Khay
Kami hanya perlu menggenggam lebih erat lagi, agar genggaman kami tidak lepas ketika kami sampai pada dua jalan bercabang yang memungkinkan kami untuk memilih jalan yang berbeda.
Saya percaya, kami akan selalu baik-baik saja.
Meskipun ada kemungkinan yang mengintip kami, bahwa entah kapan, akan ada suatu titik yang tidak dapat kami hapus.
Saya tidak tau apakah yang sedang kami rasakan ini termasuk dalam break itu sendiri atau tidak. Meskipun saya atau pun kekasih saya sama-sama tidak mengatakan kata-terkutuk-yang-malas-saya-ucapkan itu.
Saya hanya meyakini diri saya sendiri bahwa,
Kami tau kami akan baik-baik saja.
***
Dear you,
Tenang saja, saya disini menjaga diri saya dengan baik. Saya tidak mencoba mengilangkan rasa sedih saya, dengan pria disekeliling saya.
Meskipun dalam hati, saya mengharapkan bahwa kamu akan melakukan hal yang sama.
Kamu masih ingat prinsip saya yang sering saya katakan padamu, kan?
Saya tau, kamu dalam keadaan yang sangat tidak baik-baik saja. Begitupun dengan saya.
Saya hanya berharap bahwa kamu tidur dengan cukup dan makan dengan baik.
Cepat bertemu ya?
Dari kekasih yang saat ini merindukanmu,
Khayania.